Mahasiswa dan Literasi




Oleh: Redaksi

Kita perlu akui, bahwa budaya membaca di negeri kita ini sangat rendah, mungkin sampai saat ini, bahkan di lingkungan kampus, perkembangan zaman sangat mempengaruhi akivitas manusia. Mahasiswa saat ini bagi mereka membaca adalah hal yang membosankan, tak ada hal-hal yang memuaskan yang bisa diraih, inilah membuat aktivitas literasi kampus menjauh, maka kebanyakkan dari mereka lebih memilih hidup realistis.

Membaca buku, menulis, atau berdiskusi, tak memiliki nilai. Mengapa demikian, semua tak lepas dari konteks lingkungan, apa kecenderungan mahasiswa saat ini? Menurut saya, gaya hidup yang instan, apa yang ingin mereka lakukan ada unsur kesenangan, seperti hobi jalan-jalan, bermedia sosial sambil rebahan berjam-berjam, dan yang paling sering terlihat adalah bermain game hingga lupa waktu.

Jika situasi ini terus mempengaruhi, maka wajar saja budaya literasi sulit tumbuh. Pada akhirnya, mereka bermasa bodoh, menanggapi persoalan lingkungan secara kritis itu tidak penting.

Seharusnya sebagai seorang mahasiswa mesti memiliki semangat belajar banyak hal, aktif membaca buku, dan mengembangkan pola pikir. mengikuti kegiatan-kegiatan intelektual di lingkungan kampus, bertukar gagasan lewat berdiskusi. Jika hal ini tak dilakukan, mereka hanya begitu-begitu saja, kemalasan yang membudaya.

Adapun sikap mahasiswa saat ini, mereka akan belajar dan membaca buku, di saat ada tugas kampus, terdesak, mencari bahan tugas atau jawaban diinternet, buka hasil dari pemikiran mereka sendiri.

Wajar sih, pikiran mereka seperti itu, ngapai harus berpusing-pusing, segalanya sudah ada, tinggal cari ke internet. Selain itu, perkembangan teknologi begitu mempermudah, orang-orang bisa mengakses banyak hal, semua sudah tersedia di sana. Di sisi lain waktu aktivitas orang-orang lebih banyak Bermain instagram, menonton video di tikto, dan membalas chat. Segalanya menjadi menyenangkan, di sini kecenderungan kita bergerak.

Apa yang berlaku saat ini hal-hal yang bisa diraih dengan hal yang realistis. Membaca tak ada menariknya dari segi apapun, sehingga aktivitas mengembangkan gagasan melalui bacaan buku redup. Akibatnya, kendangkalan pengetahuan. Kondisi seperti ini meminta kita untuk membayangkan nasib mahasiswa, yang sangat jauh dari tradisi literasi, layaknya terguncang oleh angin seperti alang-alang.

Kenyataannya sudah begitu adanya, kita juga tak bisa menghindar dari perkembangan sosial, aktivitas mahasiswa juga ikut mengalami perubahan. Ditambah lagi orang-orang lebih mengutamakan kepentingan eksistensinya, sesuatu yang sifatnya materialistis, bahwa hal itu menjadi standar kesuksesan.

Memperkaya diri lewat kebutuhan ekonomi, sangat jauh lebih penting ketimbang memperbanyak pengetahuan, seperti membaca, menulis, atau berdiskusi. “Apa pentingnya berwawasan luas, membaca buku, jika pada akhirnya yang kita butuhkan dalam hidup adalah uang, lebih baik kerja menghasilkan uang yang banyak, agar hidup kita menyenangkan.” Contoh pemikiran seperti inilah yang kini dipercaya.

Sesuatu yang tak bisa ditolak, kita hidup secara ekonomi. Mahasiswa hanya butuh bagaimana cepat lulus dan cari kerja. Nah, menurut saya, kita bisa berbuat banyak, menyebabkan hilangnya aktivitas literasi dalam kampus. Membaca buku saja malasnya minta ampun, apa lagi menyalurkan gagasannya lewat tulisan.

Pada akhirnya, seperti apa yang kita lihat, budaya literasi begitu menjauh dalam aktivitas mahasiswa. Hal ini tak masalah bagi mereka, mahasiswa saat ini hanya terobsesi dengan kesenangan semata, mencari kebahagiaan sebanyak mungkin.

Apakah ini disebut bahwa intelektual mahasiswa telah usang? Dan sulit untuk dibangkitkan kembali. Aku membayangkan, kehadiran seorang mahasiswa yang menyerupai sikap socrates, seperti mengunjungi pemuda-pemuda di athena, lalu mengajaknya berdiskusi, obsesi ini hal yang sangat mustahil dilakukan di era saat ini. Di sisi lain, hedonisme makin relevan, membuat mahasiswa larut dalam kondisi di mana kecenderungan mereka dimainkan.

ini hanya penyampaian subjektif saya, upaya saya menyampaikan situasi mahasiswa saat ini. Sulit bagi saya untuk memberi masukan, apa yang mesti dilakukan, saya mengajak teman-teman untuk berpikir sejenak terkait 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dua tahun lebih vakum, BEM STIE YPUP hadir kembali dengan terpilihnya ketua baru

Hegemoni kampus, hilangnya pemikiran kritis mahasiswa

Mekanisme kuasa dan disiplin tubuh