MAHASISWDEFISITNYA SEMgANGAT BELAJAR




Ketika kita melihat konteks aktivitas mahasiswa saat ini, bisa di bilang mengalami defisit semangat belajar, fokus mahasiswa dalam berwawasan semakin sempit di karena mendominasi sentuhan-sentuhan hedonisme yang masuk dalam lingkungan kampus. Ada sebuah istilah yaitu multitasking, tentang kegiatan yang berlipat ganda, yang berarti sebuah keberlimpaan aktivitas. di mana seseorang ketika sedang belajar di sisi lain di juga sedang membalas chat atau bermain facebook dan juga sambil menyantap makanan. Hal-hal sekecil inilah yang memecah konsentrasi mahasiswa untuk fokus dalam belajar.




seperti itulah, mahasiswa sulit mengembangkan komitmennya untuk berwawasannya, karna berbicara soal kenyamana mahasiwa lebih menghabiskan rutinitasnya di media sosial untuk menyapa orang-orang disana. Pergesaran inilah yang mesti di sadari, dinamik kesadaran yang mengugat posisi mahasiswa saat ini. Alhasil, mahasiswa mengalami penuruna tingkat epistemik dan hilangnya motif-motif kritis sehingga analisis dan rasional tak berfungsi sepenuhnya untuk mencerna persoalan.


Adanya alunan rutinitas baru yang terjadi dalam aktivitas mahasiswa. Misalnya, meningkatnya jam tidur, meningkatnya aktivitas liburan dan meningkatnya aktivitas bermain handphone, hal ini bisa disebut larut dalam kesaharian yang dangkal. Situasi-situasi inilah mengalir sebuah tingkat kemalasan yang terjadi dalam kesadaran mahasiswa.


HILANGNYA CULTUR DISKUSI.


Perubahan aktivitas mahasiswa telah memberi dampak perubahan di lingkungan kampus. Terutama hilangnya kegiatan-kegiatan diskusi, sehingga tujuan untuk melestariakan gagasan berhenti begitu saja. Kelompok diskusi atau lembaga kajian, kontribusinya sangat penting untuk mengugat sifat apatisme mahasiswa saat ini, hal-hal seperti ini tak semestinya di biarkan berlalur di dalam lingkungan kampus. Di sisi lain pihak-pihak kampus sedikit berbahagia melihat redupnya nalar kritis mahasiswa saat ini, melekatnya sifat pragmatisme dalam sebuah kultur kemahasiswaan.


Mahasiswa yang bisa di bilang sebagai subjek perubahan, tak lagi terlihat di permukaan rutinitasnya. Kelayakan mahasiswa sebagai tanggung jawab sosial perlu di pertanyakan secara epistemik ( pengetauan ). Seberapa jauhnya pemahaman mahasiswa saat ini terhadap problem sosial, tolak ukur di sisi itulah kita bisa melihat degradasinya pola pikir mahasiswa saat ini.


Maka dari itulah, perlunya kesadaran intelek di hadirkan di dalam lingkungan kemahasiswaan. Demi membangun kembali semangat belajar di lingkungan kampus mau pun di dalam ruang perkuliaan. Untuk saat peran dosen tak perlu di harapkan sepenuhnya, karna hal ini bisa di bilang, mengalirnya sebuah hegemoni pemikiran apatis itu tak lepas juga dari kontrol seorang dosen tersebut, Malalui ancaman nilai maupun DO.


Tulisan ini lebih bersifat etis, hanya ingin menyentuh kesadaran pribadi seorang mahasiswa dan menjadi bisa bahan renungan. Semoga dia bisa menemuka sebuah kesadaran terhadap keberadaannya saat ini, yang mengalami defisit terhadap semangat belajar, yang kini semakin berlarut-larut dalam ketidak jelasan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dua tahun lebih vakum, BEM STIE YPUP hadir kembali dengan terpilihnya ketua baru

Hegemoni kampus, hilangnya pemikiran kritis mahasiswa

Mekanisme kuasa dan disiplin tubuh